Tuesday 3 March 2009

Prepress & Press: “Seorg DG ‘harus’ bisa menjadi seorg DTP-er”

“Prepress & Press”
“Seorang DG ‘harus’ bisa menjadi seorang DTP-er”
(Tulisan terbatas untuk proses Print Ad)

  1. Mengerti, memahami dan mampu mempraktekkan prinsip-prinsip dasar pembuatan pesan visual yang di tugaskan kepadanya (ingat kata2 ditugaskan) dalam media cetak (ini media pencetakkan bukan media massa) seperti brosur, terbitan berkala dst.
  2. Mampu menggunakan perangkat komputer dengan aplikasi grafis dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
  3. Mampu mempersiapkan soft copies (lagi-lagi harus dicari padanannya) tugas yang dibebankan kepadanya hingga siap di cetak.
  4. Mampu menggunakan perangkat pencetakan skala kecil hingga menengah (skala kecil menengah al: printer inkjet, laser, dye sub, dst. skala besar itu al: mesin offset, separasi dsb) mesin untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya.

(Diambil dari artikel Mas Stevant)

Sebagai seorang DG apakah itu DG “Buntut Naga” atau “Kepala Capung” (dari istilah Mas Leonard Widya Sn) kita wajib dapat menghasilkan satu karya “jual” yg bisa dipertanggungjawabkan.
Nah untuk mencapai kearah “jual” banyak lika-liku produksi yg “harus” dimengerti oleh para DG. Selama ini banyak DG yg bertingkah laku sebagai “seniman” —yg bosen ngikutin aturan-aturan baku (menurut mas Leonard). Jadi konsep mereka hanya mendesain saja sesuai pesanan atau berkarya tapi tidak mengerti bagaimana eksekusi desain nya dapat dilaksanakan atau tidak mereka tidak peduli. Hal ini tentunya sangat menyulitkan bagi klien yg membeli design secara putus, artinya proses produksinya mereka sendiri/orang lain yg mengerjakan.

Dari tulisan Mas Stevant, dapat di simpulkan bahwa profesi DG, tidak terlepas jauh dari para DTP-er. Karena dengan adanya mereka (DTP-er) profesi DG-DG seniman tertolong oleh mereka. Karena semua persiapan cetak dilakukan sepenuhnya oleh para DTP-er. Bila hal tersebut berlangsung terus seperti itu sudah dipastikan hasil akhir hanya di tentukan oleh para DTP-er bukan dari DG itu sendiri.
Oleh sebab itu sudah se”harus”nya seorang DG juga mengetahui masalah “prepress dan press” (proses persiapan cetak dan cetak). Karena dengan mengetahui proses kerja tersebut para DG lebih dapat mengaplikasikan ke dalam pekerjaannya dengan baik.
Ada beberapa hal yg mesti diketahuI al:

Teori warna
DG harus mengerti secara detail masalah teori warna. Karena DG biasanya bekerja hanya dengan monitor (warna cahaya/RGB). Walaupun secara prinsip warna dapat diset di pallet collor tapi hal itu tidak sesempurna bila telah masuk dalam proses produksi. Karena selain masalah sparasi filmnya masih ada masalah lain di produksi, seperti penggunaan jenis plat, tinta, dan proses cetak itu sendiri.
Oleh sebab itu perangkat komputer harus sering di kalibrasi warna berkala dan DG wajib memiliki panduan warna cetak.
Kesalahan:
mensparasi warna black 100% menjadi cyan100%, magenta100%. yellow100%. black100% (secara teori benar karena bila empat warna tersebut di gabung akan menjadi black 100%). Kesalahan ini biasanya DG langsung mengambil warna dari collor pallet tanpa mensettingnya.
Masalah yg timbul
Plat akan cepat botak dan timbul bercak2 putih pada hasil cetakan, untuk media yg cepat kering pada kertas non glosi akan terjadi “trapping” dimana permukaan kertas akan tercabut karena tinta yg solid 100% dan cepat mengering. Hasil cetak akan terlihat seperti “berbukit” warna tidak rata.
Apalagi jika permintaan klien cetakan ini memerlukan hasil yg sangat sempurna.
contoh kecil untuk teks black 100% sparasinya seperti ini, C 0%, M 0%, Y o% dan K 100
jadi dalam film tidak tercetak 3 warna lain selain black.
Mungkin ada contoh kecil begini, bagaimana eksekusi mencetak warna perak atau emas untuk print ad di kertas koran? mungkinkah hal tersebut dilaksanakan? adakah teori pencampuran warna yg dapat menghasilkan warna emas atau perak?.......nah hal2 seperti mungkin para DG pernah mengalami.

Raster
Seberapa besar raster yg mesti di berikan, karena setiap jenis kertas/media cetak berbeda satu sama lain. Mencetak di atas kertas koran berbeda dengan mencetak di atas art paper atau kain. Apabila raster terlalu padat/halus juga akan sulit di transfer ke plat pada saat proses “PLATTING” (pemindahan image pada film ke plat melalui proses fotografi/penyinaran) . Biasanya permukaan plat akan hilang (gundul) setelah melalui proses developing/pengembangan. Apalagi dengan waktu penyinaran yg lama, bila hal tersebut terjadi berarti tidak ada lagi bidang cetak yg ada di permukaan plat.
Jadi sebagai seorang DG harus mengerti berapa besar raster yg harus diberikan/disesuaikan dengan media cetak yg akan digunakan

Tinta
Banyak jenis tinta yg beredar, yg bersifat asam basa lebih bervariasi. Semua itu berpengaruh juga terhadap media cetaknya. Untuk kertas koran misalnya tinta di gunakan berbeda dengan tinta yg akan di gunakan untuk art paper.

Film
Jenis dan variasnya juga banyak, seorang DG harus dapat membedakan mana punggung dan mana emulsi. Karena ada produksi yg meminta proses plattingnya dibalik.

Kertas
Ini yg paling utama sebenarnya. Sebelum bekerja seharusnya breef dari klien sudah harus diketahui akan di dicetak di atas media yg bagaimana pekerjaan itu. Sehingga proses kerja selanjutnya kita tinggal mengikutinya seperti memberikan besaran raster dsb.
Bila di mungkinkan kita dapat memberikan masukan2 kepada klien jenis media apa yg cocok untuk pekerjaannya. Bahkan kita dapat membantu membuatkan estimasi berapa kebutuhan kertas untuk sekian sheet. Estimasi dapat dilakukan dengan membagi luas plano kertas dengan ukuran jadi yg di perlukan.

Hal tersebut diatas adalah sekelumit “ikutan pekerjaan” yang ada di sekitar pekerjaan para DG.
Tapi banyak pula para DG yg beranggapan bahwa hal itu bukanlah urusan mereka karena ada orang/bagian tersendiri yg menangani. Memang benar! Tetapi sebagai tambahan pengetahuan hal tersebut “harus” juga diketahui para DG.
Apakah kita akan bersitegang terus dengan orang2 prepress dan press bila terjadi kesalahan cetak. Padahal kita tidak tahu bahwa kesalahan tersebut datang dari kita sendiri, para DG

No comments:

Post a Comment